Sabtu, 21 Desember 2013



Sabtu siang itu, kami berkumpul dikosan prepare buat naik gunung sanggabuana yang berada di kabupaten karawang. Rencana pendakian ini sudah direncanakan dan dipersiapkan jauh-jauh hari sebagai suatu refreshing ketika sudah selesai mengadakan acara yang lumayan membuat mumet.
Letak Gunung Sanggabuana sendiri menjadi perbatasan dan bagian dari beberapa kabupaten antara lain kabupaten Bogor, Purwakarta, Cianjur dan Karawang. Jika dilihat dari arah karawang, gunung sanggabuana tidak terlihat karena diapit dan terhalang oleh beberapa bukit dan juga gunung.

Untuk arah masuk dari karawang bisa melalui tempat wisata curug cigeuntis. Namun, awal mula jalur untuk pendakian itu letaknya sebelum ke curug cigeuntis dan jalurnya pun terbilang sempit cukup untuk motor. Dan biasanya para pendaki yang akan mendaki gunung sanggabuana memulai pendakiannya dari perumahan warga yang dijadikan tempat penitipan motor karena rata-rata para pendaki untuk menuju loji sendiri kebanyakan membawa kendaraan roda dua.


Pendakian

Pendakian kami dimulai pukul sekitar setengah 5 sore karena kami sendiri berangkat dari karawang pukul 3 sorean. Kami berangkat 8 orang dan menggunakan 4 motor. Dengan semangat dan rasa penasaran tinggi kami memulai berjalan kaki dari penitipan motor di perumahan warga yang merupakan pos terakhir untuk sepeda motor karena kesananya dilanjutkan dengan berjalan kaki. Ini merupakan pendakian pertama kami, Sawah-sawah yang berhamparan dan suguhan pemandangan bukit-bukit yang terbentang menemani setiap langkah kaki yang kami lalui juga gemercik aliran sungai yang begitu jernih yang jarang kami lihat diperkotaan. 

Istirahat Sejenak
Subhanallah… itulah yang kami ucap ketika melihat lukisan-lukisan alam yang begitu indah dan luas yang menyadarkan kita sebagai manusia hanya bagian kecil dari alam yang begitu luas bahkan pikiran kita pun tidak mampu menterjemahkan apa-apa saja yang ada di setiap sudut alam jagad ini.
Tidak cuma sampai itu, sekitar 1-2 KM jalur awal pendakian yang kami lalui merupakan sebuah desa dimana para penduduk desa yang mayoritas menggantungkan hidupnya bertani dan berkebun melakukan aktivitasnya masih secara tradisional. Hal contoh, seorang petani yang sedang membajak menggunakan sapi sawah sambil bernyanyi lagu-lagu sunda dimana katanya lagu-lagu itu biasanya dinyanyikan sebagai penyemangat saat membajak dan doa harapan agar sawah yang sedang digarap dapat menghasilkan panen yang melimpah.
Langkah demi langkah kami tapaki dan tak terasa keringat mengucur deras sehingga membasahi pakaian yang dikenakan. Jalan yang menanjak cukup merepotkan dan membuat lelah di awal-awal kami, tak khayal setiap 200-400 M kami istirahat karena beberapa anggota sudah sangat capek.
Langit sore hari mewarnai perjalanan kami dengan layung senjanya. Warna langit pun terlihat terang kekuningan seakan menerangi langkah kami dari malam yang akan tiba dan menggelapkan jalur-jalur yang akan kami lalui.

Selanjutnya, di sebuah gubuk yang kami temui saat diperjalan menjadi tempat istirahat untuk mempersiapkan peralatan dimalam hari seperti senter dan lainya, karena langit dan jalur-jalur yang kami lalui mulai gelap menjelang malam. 
Kemudian perjalan kami lanjutkan, tak jauh dari tempat istirahat yang tadi kami melihat sebuah rumah warga dengan obor kecil karena listrik belum ada disini. Gonggongan anjing menyambut kami di kejauhan, tak khayal membuat beberapa anggota panik karena takut anjing. Dengan sedikit dorongan dan ketakutan dari beberapa anggota kami memberanikan diri melewati anjing yang ada dirumah warga tersebut.
Setelah beberapa meter melewati rumah warga, tiba-tiba datang seekor kucing yang berasal dari arah rumah warga mengikuti dan menemani selama dalam perjalan. Ketika kami istirahat di tengah perjalanan, kucing itu pun ikut berhenti dan bermain-main disekitar kami.

Pos Pertama, Sebuah Petilasan

Sekitar pukul 7 malam, kami melewati sebuah petilasan yang dimana petilasan tersebut terdapat rumah juga warung,  dan kami pun memutuskan untuk istirahat dan mengisi ulang persediaan logistik yang hampir habis.
Kopi dan susu jahe menemani istirahat kami di warung ini, karena perjalan yang cukup melelahkan dan udara yang mulai cukup dingin ditambah persediaan rokok yang masih ada. Saat kami baru tiba pun sudah banyak orang yang datang berziarah atau pun hanya sekedar lewat menuju puncak sanggabuana. Pada malam hari pun, ada beberapa kelompok yang lewat untuk mendaki  pada malam hari. 



Bersambung...

Sabtu, 29 Juni 2013

Air Mengalir Sampai Jauh



Air mengalir sampai jauh,
Akhirnya ke laut…
Lirik lagu Bengawan Solo karya Gesang tersebut sepertinya tepat untuk menggambarkan siklus air sekarang ini. Beberapa tahun terakhir banyak air larian, yang mengalir begitu saja sampai jauh, sampai laut. Lalu mereka menguap lagi (dengan cepat) menjadi awan, lalu hujan. Lalu mengalir lagi sampai jauh.

Air yang mencapai dua per tiga bagian permukaan bumi jumlahnya tidak pernah berubah, hanya bentuknya berubah dalam siklus hidrologi yang terus-menerus, yakni air di daratan-air laut-uap air-air hujan).  Tetapi perlu diperhatikan dari seluruh air yang terdapat di muka bumi, 97,5% diantaranya merupakan air asin yang terdapat di laut. Dan hanya 2,5% saja yang berupa air tawar.

Dari jumlah 2,5 persen air tawar (freshwater) yang dimiliki bumi pun hanya sebanyak 0,4 persen yang terdapat di permukaan tanah (surface) dan atmosfir (atmospheric water). 0,4 persen air tawar inilah yang sering diperebutkan dan dikonsumsi oleh milyaran penduduk bumi. Selebihnya berupa glasier (gletser; bongkahan es) yakni sebesar 68,7%, ada pula yang tersimpan di dalam tanah dalam bentuk airtanah (groundwater) sebesar 30,1 % dan sebanyak 0,8% tersimpan dalam bentuk tanah beku (permafrost).
Laju pertambahan penduduk yang semakin cepat tentu berpengaruh pula pada meningkatnya kebutuhan akan air bersih. Padahal ketersediaan air di muka bumi ini sangat terbatas menurut ruang dan waktu, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Penggunaan air tanah merupakan salah satu alternatif yang dilakukan manusia guna memenuhi kebutuhan akan air, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan industri. Masalah yang kemudian muncul adalah penyedotan air tanah secara besar-besaran dapat mempengaruhi kualitas lingkungan, dalam hal ini air dan permukaan tanah.

Percepatan laju pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan berakibat semakin besarnya air larian yang akhirnya mempengaruhi  jumlah air tanah. Berkurangnya tanah sebagai daerah resapan air serta pohon-pohon yang menahan air mendukung semakin besarnya volume air larian. Air tersebut menggenang di permukaan dalam jumlah yang berlebihan, yang kita sebut banjir.

Kecilnya komposisi air tawar yang bisa kita konsumsi, serta daya renewable(perbaharuan) air yang sangat lama (Kecepatan renewable air adalah sepuluh pangkat minus dua cm per detik. Dengan kecepatan itu dibutuhkan waktu hingga beberapa generasi bagi air untuk memperbaharui dirinya), maka sudah saatnya kita menjadi bijak dalam menggunakan air. Langkah-langkah seperti membuat sumur resapan atau menabung air hujan dapat dijadikan alternative dalam menjaga ketersediaan air bersih demi kehidupan kita dan generasi penerus kita kelak.

Selamat Hari Air.

'MATI' Belum Tentu Mati

MSN News, Wed, 23 Mar 2011 04:15:58 GMT

Mitos: Mematikan berbagai peralatan listrik yang tidak digunakan dapat menjaga lingkungan
Fakta: Hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini relevan untuk dilakukan ketika Earth Hour. Tapi faktanya, ada beberapa peralatan listrik yang tetap menyerap tenaga listrik walaupun sudah dimatikan. Walaupun peralatan listrik sudah dimatikan, lebih baik kita juga mencabut kabelnya dari colokan listrik sehingga peralatan tersebut benar-benar mati.

Sumber: http://news.id.msn.com/photogallery.aspx?cp-documentid=4736644&page=1

Mau dibawa Kemana Sampah Kita ?


Masih banyak orang berpikir bahwa “membuang sampah pada tempatnya” adalah solusi untuk masalah persampahan, padahal kalimat itu sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Sekedar  membuang sampah pada tempatnya hanyalah memindahkan lokasi penumpukan sampah dari ruang yang kecil (skala rumah tangga) ke ruang yang lebih besar, dalam hal ini TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Metode tersebut sama sekali tidak mengurangi timbulan sampah yang ada.

Tahun 2005 merupakan catatan terburuk dalam pengelolaan persampahan di Bandung dengan meledaknya TPA Leuwigajah. Tetapi perlu diperhatikan bahwa tragedi tersebut tidak terjadi begitu saja dalam waktu yang singkat, melainkan akibat dari pengelolaan persampahan yang tidak tepat selama bertahun-tahun. Tentu saja ini bukan hanya tanggung jawab Pemerintah atau Dinas Kebersihan, tetapi tanggung jawab setiap individu yang berpotensi menyumbang timbulan sampah.
 
Saat beraktivitas setiap hari selalu ada sampah yang dihasilkan, baik kecil maupun besar. Seringkali kita tidak memikirkan perjalanan selanjutnya sampah tersebut; akan kemana dan jadi apa sampah yang kita buang. Kita hanya selesai pada tahap “terbebas dari sampah” padahal sampah itu kemudian menjadi masalah bagi orang lain. Sampah yang kita buang ke tempat sampah akan berkumpul dengan sampah-sampah yang juga dibuang oleh orang lain, lalu berakhir di TPA dan bertambah setiap saat. Jika begitu, siap-siap menghadapi lagi tragedi Leuwigajah.

Penanganan sampah sebaiknya dilakukan dari sumbernya, yaitu skala rumah tangga. Jika kita bisa meminimalisir keluarnya sampah dari rumah, tentu akan sangat mempengaruhi timbulan sampah yang ada di TPA. Cara yang paling efektif untuk mewujudkan itu adalah kurangi volume sampah (reduce). Bagaimana caranya? Mudah saja. Berikut ini beberapa hal sederhana yang bisa dilakukan:
  • Biasakan membeli sesuatu yang tidak menghasilkan terlalu banyak sampah, terutama sampah plastik. Ini bisa disisasati dengan membeli dalam jumlah banyak sekaligus.
  • Mulailah memilah sampah sesuai jenisnya. Sampah organik bisa dijadikan kompos dengan metode yang sederhana. Ini bisa mengurangi hampir 60% sampah di rumah kita.
  • Biasakan juga memanfaatkan barang-barang yang masih bisa digunakan (reuse). Misalnya botol-botol atau kaleng yang masih layak pakai dapat dimodifikasi dan dihias menjadi vas bunga.
  • Gunakan kertas bolak-balik. Selain mengurangi timbulan sampah, menghemat penggunaan kertas juga berarti mengurangi percepatan kerusakan hutan karena sebagian besar kertas yang diproduksi masih berbahan baku kayu.
  • Jika memungkinkan, kita pun bisa mencoba mendaur ulang (recycle). Sampah kertas paling umum didaur ulang karena dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Jika kita tidak bisa mendaur ulang sendiri, kita cukup mengumpulkan dan menjualnya kepada pengumpul barang bekas. Dengan begitu, sampah kita tidak akan menumpuk di TPS atau TPA tetapi bernilai guna.
Catatan penting dalam menangani permasalahan sampah adalah mulailah menjadi bijak. Semoga dengan begitu lingkungan kita menjadi tempat yang selalu nyaman untuk dihuni.

Jumat, 10 Mei 2013

Haruskah Reformasi Pendidikan ?

Banyak kisruh tentang pendidikan dewasa kini, dari mulai UN yang masih kontroversi dengan ada atau tidaknya, kurikulum yang masih labil sampai mental pelajar yang menyimpang yang harusnya menjadi seorang terdidik sesuai khitah dunia pendidikan yaitu mencerdaskan anak bangsa.
Pendidikan adalah salah satu pondasi bernegara dimana disinilah akan lahir generasi penerus yang akan membawa dan memimpin bangsa dan negara kedepan untuk lebih maju. Maka dari sinilah perlu perhatian lebih khusus agar tercapainya cita-cita berbangsa dan  bernegara.
Mari tengok dunia pendidikan dewasa kini, banyak hiruk pikuk yang mewarnai pendidikan yang menyimpang dari mana mestinya terutama adalah mental atau karakter peserta didik. Seperti Trilogi Pembangunan yang di gagas Soekarno ; Berdaulat dalam berpolitik, Berdikari dalam berekonomi dan Berkarakter dalam berbangsa.
Mental yang dikemas di Dunia pendidikan dewasa kini adalah mental buruh. Dimana setiap mental peserta didik secara langsung maupun tak langsung bertujuan untuk BEKERJA bukan untuk BELAJAR.
Kita bisa lihat, banyak sekolah maupun sekolah tinggi yang mengiming-imingi calon peserta didiknya dengan akan dimudahkan atau disalurkannya mereka untuk bekerja di berbagai perusahaan ketika lulus nanti. Padahal jumlah lowongan kerja yang ada tak sebanding dengan jumlah angkatan kerja yang semakin tahun semakin bertambah. Seperti Teori Pertumbuhan Penduduk Robert Malthus, dimana pertumbuhan penduduk digambarkan seperti "deret ukur" yaitu 1,2,4,8,16,32 dan seterusnya. Sedangkan pertumbuhan ekonomi digambarkan dengan "Deret hitung" yaitu 2,3,4,5,6,7,8,9 dan seterusnya.
Penciptaan Mental seperti inilah yang akan banyak menciptakan banyak pengangguran, generasi yang frustasi,  karena ketika mereka lulus sekolah nanti mereka hanya berharapa akan mendapatkan pekerjaan bukan untuk "meciptakan".
Hal inilah perlu adanya sebuah reformasi pendidikan dan membawa dunia pendidikan kembali ke-khitah untuk mencerdaskan segenap anak bangsa dan menciptakan generasi penerus yang "Berdaulat, Berdikari dan Berkarakter".
Dan inilah tugas "Kita", saya, anda dan semua yang cinta akan Negara ini.







Ahmad Jamaludin
12:56, 10 Mei 2013

Selasa, 30 April 2013

Bagaimana Kabarmu

ingin sekali bertanya sekedar untuk menanyakan kabar.
entah itu secerca pesan
yang bisa menghilangkan kekhawatiranku

bagaimana keadaanmu ?
apa baik-baik saja ?

setelah kamu menjawab "baik"
maka aku kan tenang
tapi jika kamu menjawab yang lain
aku kan datang padamu
kan mengisi kesedihanmu
mengisi gelisahmu
dan menampung keluh kesah hidupmu, sayang

dan
aku kan ganti dengan kebahagiaan yang bisa membuatmu senyum kembali
membuatmu kembali menari bersama awan-awan nan cerah
membuatmu semangat lagi mengarungi hidup

dan
ketika kamu sudah merasa mandiri untuk mengarungi kebahagiaan kembali
bersama orang-orang yang lebih kamu sayangi
maka aku kan lega untuk sedikit demi sedkit lagi pergi darimu
agar kamu lebih bahagia
dan itu adalah sebuah kebahagian untukku jika itu bisa membuat kamu bahagia



Ahmad Jamaludin
23:24,30 April 2013

Rabu, 03 April 2013

Photo Masa Dulu (Kenangan)